Berita Terbaru M.A.P.J :

PEMBERITAHUAN ! :

BAGI SELURUH ANGGOTA M.A.P.J , DI HIMBAU AGAR MEREGESTRASI ULANG KEANGGOTAAN , SELAMBAT LAMBATNYA 2 MINGGU DARI HARI PEMBERITAHUAN INI DI TERBITKAN ,, DAN BAGI ANGGOTA YANG TAK MERESPON PEMBERITAHUAN INI , MAKA DENGAN SENDIRINYA KEANGGOTAAN AKAN DI CABUT [ TIDAK BERLAKU LAGI ]. HARAP DI PERHATIKAN .
MAKASSAR 14 APRIL 2013 .

PEMBERITAHUAN

berhubung tabloid M.A.P.J yang beredar selama ini hanya di peruntukkan buat kalangan khusus ...
kini di refisi ulang agar di ketaui oleh rakyat ...
maka berita yang diterbitkan melalui media internet , adalah berita sesuai tahun investigasi , dan tak menutup kemungkinan jikalau berita tersebut telah membuat perubahan di tahun tersebut atau setelahnya...
adapun tanggal penerbitan di media internet , bukan acuan waktu kejadian .

sub divisi informasi rakyat umum
DPP M.A.P.J PUSAT


MAPJ Makassar - Page

peraturan kemendikbud no 76 thn 2012

pertanggung jawaban harus di perlihatkan

transparant di dalam menjalankan tugas , nampaknya sudah hilang di sebagian negri ini ,
seakan akan negri ini jadi target sasaran pemerasan secara tak langsung oleh pihak yang pandai berkelit .

selayaknya , apabila kita ingin mengabdikan diri pada masyarakat sebagai pegawai negri sipil ,
maka jalankanlah sesuai aturan yang telah di tetapkan .
jangan justru membalik dari tujuan inti , dengan dalil yang tak bisa di pertanggung jawabkan .
apabila hal ini terjadi , maka ladang buat mengeruk keuntungan ada di depan mata .

berbicara tentang di atas , kita akan menarik benang merah dengan kasus temuan di bawah ini .


PLN WILAYAH IX provinsi sulteng batara , kini perlu di pertanyakan .
sejauh mana transparannya dalam hal biaya adsorsin yang di pihak ke tiga kan ,
apa keuntungan bagi masyarakat .
belum lagi jikalau kita merujuk ke undang undang tenaga kerja pasal 65 dan 66 ,
apakah tindakan ini telah sesuai aturan ataukah ada kebijaksanaan lain yang di terapkan .

maka dalam hal ini perlu keterbukaan ,
ada apa sebenarnya hingga suatu keputusan semacam itu di laksanakan.


diketahui dan disetujui oleh :
KETUA DDP MAPJ PUSAT

hasil dari tim intejen MAPJ.


di publikasikan oleh:
sub informasi MAPJ











aturan tentang larangan pungutan di sekolah SD SMP

SALINAN

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 60 TAHUN 2011

TENTANG

LARANGAN PUNGUTAN BIAYA PENDIDIKAN
PADA SEKOLAH DASAR DAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin
terselenggaranya program wajib belajar pada jenjang
pendidikan dasar tanpa memungut biaya;

b. bahwa pungutan membebani masyarakat sehingga dapat
menghambat akses masyarakat untuk memperoleh
pelayanan pendidikan dasar;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang
Larangan Pungutan Biaya Pendidikan pada Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama;

Mengingat:

1.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4496)

3. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang
Wajib Belajar (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 90,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4863);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang
Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2008
Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4864);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran
Negara Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5157);

6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 77 Tahun 2011;

7. Peraturan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 56/P
Tahun 2011;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TENTANG LARANGAN PUNGUTAN BIAYA PENDIDIKAN
PADA SEKOLAH DASAR DAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Sekolah adalah satuan pendidikan penyelenggara program wajib belajar
yang meliputi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama termasuk
Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, dan
Sekolah Menengah Pertama Terbuka.

2. Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan pada sekolah yang
berasal dari peserta didik atau orang tua/wali secara langsung maupun
tidak langsung.

3. Biaya pendidikan adalah sumber daya keuangan yang disediakan
dan/atau diperlukan untuk menyelenggarakan dan mengelola pendidikan.

4. Standar nasional pendidikan yang selanjutnya disingkat SNP adalah
kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang
pendidikan dan kebudayaan.

Pasal 2
(1) Biaya pendidikan pada sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara; dan/atau
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah.

(2) Biaya pendidikan pada sekolah pelaksana program wajib belajar menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sampai
terpenuhinya SNP.

(3) Pemenuhan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan melalui bantuan operasional sekolah.

Pasal 3
Sekolah pelaksana program wajib belajar dilarang memungut biaya investasi
dan biaya operasi dari peserta didik, orang tua, atau walinya.

Pasal 4
(1) Sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat tidak boleh melakukan
pungutan:
a. yang dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan
peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau
kelulusan peserta didik; dan
b. untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga
representasi pemangku kepentingan sekolah.

(2) Sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat dilarang melakukan
pungutan kepada peserta didik, orang tua, atau walinya yang tidak
mampu secara ekonomis.

Pasal 5
(1) Sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang menerima bantuan
operasional tidak boleh memungut biaya operasi.
(2) Dalam keadaan tertentu jika sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melakukan pungutan biaya operasi maka sekolah harus:
a. memperoleh persetujuan tertulis dari orang tua atau wali peserta
didik;
b. memperoleh persetujuan tertulis dari komite sekolah;
c. memperoleh persetujuan tertulis dari kepala dinas pendidikan
provinsi dan kepala dinas pendidikan kabupaten/kota, sesuai
kewenangan masing-masing; dan
d. memenuhi persyaratan :
1) perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan
dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran
tahunan yang mengacu pada SNP;
2) perencanaan investasi dan/atau operasi diumumkan secara
transparan kepada pemangku kepentingan sekolah;
3) perolehan dana disimpan dalam rekening atas nama sekolah;
4) perolehan dana dibukukan secara khusus oleh sekolah, terpisah
dari dana yang diterima dari penyelenggara sekolah; dan
5) penggunaan sesuai dengan perencanaan.

Pasal 6
(1) Sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang bertaraf
internasional tidak boleh melakukan pungutan tanpa persetujuan
tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang dikembangkan
menjadi bertaraf internasional tidak boleh melakukan pungutan tanpa
persetujuan tertulis dari bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 7
Ketentuan lebih lanjut mengenai persetujuan pungutan biaya selain biaya
operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan persetujuan
pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur dengan Peraturan
Menteri tersendiri.
5
Pasal 8
Sekolah yang melakukan pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) dan Pasal 6, wajib menyampaikan laporan pengumpulan,
penyimpanan, dan penggunaan dana kepada:
a. orang tua atau wali peserta didik, komite sekolah, kepala dinas
pendidikan kabupaten/kota, dan kepala dinas pendidikan provinsi;
b. bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk sekolah dasar,
sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah pertama terbuka
serta sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang
dikembangkan menjadi bertaraf internasional;
c. gubernur atau pejabat yang ditunjuk untuk sekolah dasar luar biasa
dan sekolah menengah pertama luar biasa; dan
d. Menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk sekolah dasar dan sekolah
menengah pertama yang bertaraf internasional.

Pasal 9
(1) Sekolah yang melakukan pungutan yang tidak sesuai dengan Pasal 3
sampai dengan Pasal 5 dan tidak melaporkan sesuai dengan Pasal 8
huruf a dan huruf c dikenai sanksi administratif:
a. pembatalan pungutan;
b. untuk kepala sekolah berupa:
1) teguran tertulis;
2) mutasi; atau
3) sanksi administratif lain sesuai ketentuan kepegawaian bagi yang
berstatus pegawai negeri sipil atau sesuai perjanjian
kerja/kesepakatan kerja bersama bagi yang berstatus bukan
pegawai negeri sipil.
c. untuk sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat berupa
pencabutan ijin penyelenggaraan.
(2) Sekolah dasar dan sekolah menengah pertama bertaraf internasional
atau yang dikembangkan menjadi bertaraf internasional yang
melakukan pungutan tanpa persetujuan sesuai dengan Pasal 6 dan
tidak melaporkan sesuai dengan Pasal 8 huruf b dan huruf d dikenai
sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 10
Menteri, gubernur, bupati, atau walikota memberi sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 sesuai kewenangan masing-masing.

Pasal 11
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2011

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,

TTD.

MOHAMMAD NUH


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 4 Januari 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

TTD.

AMIR SYAMSUDIN


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 19


Salinan sesuai dengan aslinya.
Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kepala Biro Hukum dan Organisasi,

TTD.

Dr. Andi Pangerang Moenta, S.H., M.H., DFM.
NIP196108281987031003

PERATURAN MENTERI KEUANGAN R.I tentang DANA BOS 2013



MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 246/PMK.07/2012

TENTANG

PEDOMAN UMUM DAN ALOKASI BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH
TAHUN ANGGARAN 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (8) dan ayat (11) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Umum dan Alokasi Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2013;

Mengingat

1.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

2.Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 228, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5361);

3.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 06/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah;

4.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 165/PMK.07/2012 tentang Pengalokasian Anggaran Transfer Ke Daerah;


MEMUTUSKAN:

Menetapkan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEDOMAN UMUM DAN ALOKASI BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH TAHUN ANGGARAN 2013.

Pasal 1

Bantuan Operasional Sekolah yang selanjutnya disingkat BOS adalah dana yang digunakan terutama untuk biaya non personalia bagi Satuan Pendidikan Dasar sebagai pelaksana program wajib belajar, dan dapat dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai petunjuk teknis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Pasal 2

(1)BOS dialokasikan kepada daerah provinsi untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.

(2)Satuan Pendidikan Dasar penerima BOS meliputi Sekolah Dasar/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/SDLB) dan Sekolah Menengah Pertama/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa/Sekolah Menengah Pertama Terbuka (SMP/SMPLB/SMPT) termasuk SD-SMP Satu Atap (SATAP) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia.

(3)Satuan Pendidikan Dasar penerima BOS di daerah terpencil ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

(4)Alokasi BOS Tahun Anggaran 2013 untuk Satuan Pendidikan Dasar per siswa per tahun terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013, adalah sebagai berikut:

a.Rp580.000,00 (lima ratus delapan puluh ribu rupiah) per siswa per tahun untuk SD/SDLB di kabupaten/kota; dan

b.Rp710.000,00 (tujuh ratus sepuluh ribu rupiah) per siswa per tahun untuk SMP/SMPLB/SMPT di kabupaten/kota.


Pasal 3

(1)BOS Tahun Anggaran 2013 merupakan komponen Anggaran Transfer ke Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013.

(2)BOS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari pendapatan daerah dan dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Tahun Anggaran 2013 atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Perubahan Tahun Anggaran 2013 pada kelompok Lain-lain Pendapatan yang Sah.

(3)BOS ditujukan terutama untuk stimulus bagi daerah dan bukan sebagai pengganti dari kewajiban daerah untuk menyediakan anggaran pendidikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah baik untuk BOS Daerah dan/atau Bantuan Operasional Pendidikan.

(4)Alokasi BOS Tahun Anggaran 2013 adalah sebesar Rp23.446.900.000.000,00 (dua puluh tiga triliun empat ratus empat puluh enam miliar sembilan ratus juta rupiah) disediakan untuk daerah dengan rincian sebagai berikut:

a.BOS yang dialokasikan untuk Satuan Pendidikan Dasar di daerah tidak terpencil melalui provinsi sebesar Rp 21.799.205.530.000,00 (dua puluh satu triliun tujuh ratus sembilan puluh sembilan miliar dua ratus lima juta lima ratus tiga puluh ribu rupiah) untuk 35.478.030 (tiga puluh lima juta empat ratus tujuh puluh delapan ribu tiga puluh) siswa yang terdiri dari 26.078.429 (dua puluh enam juta tujuh puluh delapan ribu empat ratus dua puluh sembilan) siswa SD dan 9.399.601 (sembilan juta tiga ratus sembilan puluh sembilan ribu enam ratus satu) siswa SMP;

b.BOS yang dialokasikan untuk Satuan Pendidikan Dasar di daerah terpencil melalui provinsi sebesar Rp635.621.680.000,00 (enam ratus tiga puluh lima miliar enam ratus dua puluh satu juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah) untuk 1.041.130 (satu juta empat puluh satu ribu seratus tiga puluh) siswa yang terdiri dari 796.774 (tujuh ratus sembilan puluh enam ribu tujuh ratus tujuh puluh empat) siswa SD dan 244.356 (dua ratus empat puluh empat ribu tiga ratus lima puluh enam) siswa SMP; dan

c.Dana Cadangan BOS sebesar Rp1.012.072.790.000,00 (satu triliun dua belas miliar tujuh puluh dua juta tujuh ratus sembilan puluh ribu rupiah) yang dipergunakan untuk mengantisipasi jumlah siswa yang belum terhitung atau bertambahnya jumlah siswa dari perkiraan semula per triwulannya pada tahun anggaran berjalan.

(5)Rincian alokasi BOS per provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(6)Rincian alokasi BOS untuk Satuan Pendidikan Dasar masing-masing kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b dihitung berdasarkan data jumlah siswa yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Petunjuk Teknis Penggunaan BOS Tahun Anggaran 2013.

(7)Dana Cadangan BOS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, penyalurannya dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi kurang salur BOS dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan c.q. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar berdasarkan ketersediaan dan perkembangan data jumlah siswa dalam tahun anggaran berjalan.

Pasal 4

Mekanisme penyaluran BOS Tahun Anggaran 2013 dilakukan melalui pemindahbukuan dana dari Rekening Kas Negara ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi, untuk selanjutnya diteruskan secara langsung ke Satuan Pendidikan Dasar dalam bentuk hibah.

Pasal 5

(1)Penyaluran BOS untuk daerah tidak terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf a dilakukan secara triwulanan, yaitu:

a.Triwulan I dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah Peraturan Menteri Keuangan ini diundangkan;

b.Triwulan II dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja pada awal bulan April 2013;

c.Triwulan III dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja pada awal bulan Juli 2013; dan

d.Triwulan IV dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja pada awal bulan Oktober 2013.

(3)Penyaluran Triwulan I, Triwulan II, Triwulan III, dan Triwulan IV sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dilakukan sebesar ¼ (satu perempat) dari alokasi BOS.

(4)Pemerintah Provinsi wajib menyalurkan BOS kepada masing-masing Satuan Pendidikan Dasar paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya BOS di Rekening Kas Umum Daerah Provinsi setiap triwulannya.

(5)Penyaluran BOS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan rincian alokasi BOS masing-masing Satuan Pendidikan Dasar per kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6).

(6) Penyaluran Dana Cadangan BOS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf c dilakukan secara triwulanan, yaitu

a.Triwulan I dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum triwulan I berakhir;

b.Triwulan II dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum triwulan II berakhir;

c.Triwulan III dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum triwulan III berakhir; dan

d.Triwulan IV dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum triwulan IV berakhir.


Pasal 6


Gubernur wajib membuat dan menyampaikan:

a.Laporan Realisasi Penyaluran BOS kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan; dan

b.Laporan Realisasi Penyerapan BOS kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan c.q. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar.


Pasal 7

(1)Laporan Realisasi Penyaluran BOS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab dan Daftar Surat Perintah Pencairan Dana yang diterbitkan untuk penyaluran BOS.

(2)Laporan Realisasi Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat akhir bulan:

a.Maret 2013 untuk penyaluran Triwulan I;

b.Juni 2013 untuk penyaluran Triwulan II;

c.September 2013 untuk penyaluran Triwulan III; dan

d.Desember 2013 untuk penyaluran Triwulan IV.


(3)Format dan Petunjuk Pengisian Laporan Realisasi Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(4)Format Surat Pernyataan Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(5)Format Daftar Surat Perintah Pencairan Dana yang diterbitkan untuk penyaluran BOS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 8

(1)Laporan Realisasi Penyerapan BOS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b antara lain memuat kondisi sebagai berikut:

a.kurang salur, jika terdapat selisih kurang antara jumlah dana yang ditransfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dengan jumlah realisasi pembayaran BOS kepada masing-masing Satuan Pendidikan Dasar pada triwulan dan/atau semester bersangkutan; atau

b.lebih salur, jika terdapat selisih lebih antara jumlah dana yang ditransfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dengan jumlah realisasi pembayaran BOS kepada masing-masing Satuan Pendidikan Dasar pada triwulan dan/atau semester bersangkutan.


(2)Laporan Realisasi Penyerapan BOS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat per triwulan sesuai dengan format yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam Petunjuk Teknis Penggunaan BOS Tahun Anggaran 2013.


Pasal 9

(1)Dalam hal terdapat kurang dan/atau lebih salur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Gubernur menyampaikan perhitungan kurang dan/atau lebih salur BOS kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan c.q. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dalam Laporan Realisasi Penyerapan BOS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b.

(2)Berdasarkan Laporan Realisasi Penyerapan BOS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan c.q. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar menyampaikan rekomendasi kurang dan/atau lebih salur BOS kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.

(3)Rekomendasi kurang dan/atau lebih salur BOS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum triwulan berjalan berakhir.

(4)Rekomendasi kurang salur BOS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar penyaluran Dana Cadangan BOS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf c kepada provinsi.

(5)Pemerintah Provinsi wajib menyalurkan Dana Cadangan BOS kepada masing-masing Satuan Pendidikan Dasar paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya Dana Cadangan BOS di Rekening Kas Umum Daerah Provinsi setiap triwulannya.


Pasal 10

Dalam hal terdapat lebih salur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, maka lebih salur tersebut untuk:

a.Triwulan I, Triwulan II, dan Triwulan III akan diperhitungkan dalam penyaluran BOS triwulan berikutnya; dan

b.Triwulan IV akan diperhitungkan dalam penyaluran triwulan I BOS tahun anggaran berikutnya setelah memperhatikan rekomendasi dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan c.q. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar.


Pasal 11

(1)Penyaluran BOS Satuan Pendidikan Dasar di daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf b dilakukan secara semesteran, yaitu:

a.Semester pertama dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah Peraturan Menteri Keuangan ini diundangkan; dan

b.Semester kedua dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja pada awal bulan Juli 2013.


(2)Penyaluran Semester I dan Semester II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing dilakukan sebesar ½ (satu perdua) dari alokasi BOS

(3)Pemerintah Provinsi wajib menyalurkan BOS kepada masing-masing Satuan Pendidikan Dasar di daerah terpencil paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya BOS di Rekening Kas Umum Daerah Provinsi setiap semesternya.


   


   

(4)Penyaluran BOS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan rincian alokasi BOS masing-masing Satuan Pendidikan Dasar di daerah terpencil per kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6).

(5) Penyaluran Dana Cadangan BOS untuk Satuan Pendidikan Dasar di daerah terpencil pada kabupaten/kota tertentu dilakukan secara semesteran, yaitu:

a.Semester I dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum semester I berakhir; dan

b.Semester II dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sebelum semester II berakhir.

(6)Penyaluran Dana Cadangan BOS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan berdasarkan rekomendasi dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan c.q. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar.

(7)Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan c.q. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum semester berjalan berakhir.

(8)Pemerintah Provinsi wajib menyalurkan Dana Cadangan BOS kepada masing-masing Satuan Pendidikan Dasar di daerah terpencil paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya Dana Cadangan BOS di Rekening Kas Umum Daerah Provinsi setiap semesternya.

(9)Contoh perhitungan penyaluran BOS dan penyusunan Laporan Realisasi Penyaluran BOS, termasuk untuk daerah terpencil, tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 12

Dalam hal terdapat lebih salur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b di daerah terpencil, maka lebih salur tersebut untuk:

a.Semester I akan diperhitungkan dalam penyaluran BOS semester berikutnya; dan

b.Semester II akan diperhitungkan dalam penyaluran semester I BOS tahun anggaran berikutnya setelah memperhatikan rekomendasi dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan c.q. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar.


Pasal 13

Pengawasan atas penyaluran BOS dari Provinsi ke Satuan Pendidikan Dasar dilaksanakan oleh aparat pengawas fungsional/aparat pemeriksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

Dalam hal terjadi penyalahgunaan/penyimpangan penggunaan BOS berdasarkan hasil audit aparat pengawas fungsional/aparat pemeriksa, maka hasil audit tersebut akan dijadikan dasar dalam pemberian sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2012


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


AGUS D. W. MARTOWARDOJO



Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 28 Desember 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


AMIR SYAMSUDIN



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1373

Lampiran....

Dana Bos menurut kemdikbud






PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)

TAHUN 2012

Latar Belakang


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat.

Salah satu indikator penuntasan program Wajib Belajar 9 Tahun dapat diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP. Pada tahun 2005 APK SD telah mencapai 115%, sedangkan SMP pada tahun 2009 telah mencapai 98,11%, sehingga program wajar 9 tahun telah tuntas 7 tahun lebih awal dari target deklarasi Education For All (EFA) di Dakar. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah berperan secara signifikan dalam percepatan pencapaian program wajar 9 tahun. Oleh karena itu, mulai tahun 2009 pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi program BOS, dari perluasan akses menuju peningkatan kualitas.

Pada tahun 2012 Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengalami perubahan mekanisme penyaluran dan. Pada tahun anggaran 2011 penyaluran dana BOS dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah kabupaten/kota dalam bentuk Dana Penyesuaian untuk Bantuan Operasional Sekolah, mulai tahun anggaran 2012 dana BOS disalurkan dengan mekanisme yang sama tetapi melalui pemerintah provinsi.

Pengertian BOS

Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009, standar biaya operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.

Tujuan Bantuan Operasional Sekolah

Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.

Secara khusus program BOS bertujuan untuk:

Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). Sumbangan/pungutan bagi sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih;
Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta;
Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.

Sasaran Program dan Besar Bantuan


Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk SMP (SMPT) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket B tidak termasuk sasaran dari program BOS ini.

Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah pada tahun anggaran 2012, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan:

SD/SDLB : Rp 580.000,-/siswa/tahun
SMP/SMPLB/SMPT : Rp 710.000,-/siswa/tahun

Waktu Penyaluran Dana

Tahun anggaran 2012, dana BOS akan diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari sampai Desember 2012, yaitu semester 2 tahun pelajaran 2011/2012 dan semester 1 tahun pelajaran 2012/2013. Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan, yaitu periode Januari-Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-Desember. Khusus untuk sekolah di daerah terpencil, penyaluran dana BOS dilakukan 6 bulanan. Penetapan daerah terpencil dilakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan secara khusus, atas usulan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Penggunaan Dana BOS

1.Pembelian/penggandaan buku teks pelajaran, yaitu untuk mengganti yang rusak atau untuk memenuhi kekurangan.

2.Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, yaitu biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru, dan lainnya yang relevan);

3.Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, PAKEM, pembelajaran kontekstual, pembelajaran pengayaan, pemantapan persiapan ujian, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di luar jam pelajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka mengikuti lomba, fotocopy, membeli alat olah raga, alat kesenian dan biaya pendaftaran mengikuti lomba);

4.Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa (misalnya untuk fotocopi/ penggandaan soal, honor koreksi ujian dan honor guru dalam rangka penyusunan rapor siswa);

5.Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran/majalah pendidikan, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, serta pengadaan suku cadang alat kantor;

6.Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon, internet, modem, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada jaringan listrik, dan jika sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di sekolah, maka diperkenankan untuk membeli genset;

7.Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan sanitasi/WC siswa, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah, perbaikan lantai ubin/keramik dan perawatan fasilitas sekolah lainnya;

8.Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer. Untuk sekolah SD diperbolehkan untuk membayar honor tenaga yang membantu administrasi BOS;

9.Pengembangan profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS. Khusus untuk sekolah yang memperoleh hibah/block grant pengembangan KKG/MGMP atau sejenisnya pada tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama;

10.Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah, seragam, sepatu/alat tulis sekolah bagi siswa miskin yang menerima Bantuan Siswa Miskin . Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu penyeberangan, dll);

11.Pembiayaan pengelolaan BOS seperti alat tulis kantor (ATK termasuk tinta printer, CD dan flash disk), penggandaan, surat-menyurat, insentif bagi bendahara dalam rangka penyusunan laporan BOS dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana BOS di Bank/PT Pos;

12.Pembelian komputer (desktop/work station) dan printer untuk kegiatan belajar siswa, masing-masing maksimum 1 unit dalam satu tahun anggaran;

13.Bila seluruh komponen 1 s.d 12 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran, mesin ketik, peralatan UKS dan mebeler sekolah.

Larangan Penggunaan Dana BOS

1.Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan.

2.Dipinjamkan kepada pihak lain.

3.Membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memerlukan biaya besar, misalnya studi banding, studi tour (karya wisata) dan sejenisnya.

4.Membiayai kegiatan yang diselenggarakan oleh UPTD Kecamatan/ Kabupaten/kota/Provinsi/Pusat, atau pihak lainnya, walaupun pihak sekolah tidak ikut serta dalam kegiatan tersebut. Sekolah hanya diperbolehkan menanggung biaya untuk siswa/guru yang ikut serta dalam kegiatan tersebut.

5.Membayar bonus dan transportasi rutin untuk guru.

6.Membeli pakaian/seragam bagi guru/siswa untuk kepentingan pribadi (bukan inventaris sekolah).

7.Digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat.

8.Membangun gedung/ruangan baru.

9.Membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran.

10.Menanamkan saham.

11.Membiayai kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah pusat atau pemerintah daerah secara penuh/wajar, misalnya guru kontrak/guru bantu.

12.Kegiatan penunjang yang tidak ada kaitannya dengan operasi sekolah, misalnya iuran dalam rangka perayaan hari besar nasional dan upacara keagamaan/acara keagamaan.

13.Membiayai kegiatan dalam rangka mengikuti pelatihan/sosialisasi/ pendampingan terkait program BOS/perpajakan program BOS yang diselenggarakan lembaga di luar Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/ Kota dan Kementerian Pendidikan Nasional.

Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Penggunaan Dana BOS


1.Prioritas utama penggunaan dana BOS adalah untuk kegiatan operasional sekolah;

2.Maksimum penggunaan dana untuk belanja pegawai bagi sekolah negeri sebesar 20%. Penggunaan dana untuk honorarium guru honorer di sekolah agar mempertimbangkan rasio jumlah siswa dan guru sesuai dengan ketentuan pemerintah yang ada dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 15 Tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota;

3.Bagi sekolah yang telah menerima DAK, tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama;

4.Pembelian barang/jasa per belanja tidak melebihi Rp. 10 juta;

5.Penggunaan dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS diperbolehkan hanya dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan sekolah selain kewajiban jam mengajar. Besaran/satuan biaya untuk transportasi dan uang lelah guru PNS yang bertugas di luar jam mengajar tersebut harus mengikuti batas kewajaran. Pemerintah daerah wajib mengeluarkan peraturan tentang penetapan batas kewajaran tersebut di daerah masing-masing dengan mempertimbangkan faktor sosial ekonomi, faktor geografis dan faktor lainnya;

6.Jika dana BOS yang diterima oleh sekolah dalam triwulan tertentu lebih besar/kurang dari jumlah yang seharusnya, misalnya akibat kesalahan data jumlah siswa, maka sekolah harus segera melapor kepada Dinas Pendidikan. Selanjutnya Dinas Pendidikan mengirim surat secara resmi kepada Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah yang berisikan daftar sekolah yang lebih/kurang untuk diperhitungkan pada penyesuaian alokasi pada triwulan berikutnya;

7.Jika terdapat siswa pindah/mutasi ke sekolah lain setelah pencairan dana di triwulan berjalan, maka dana BOS siswa tersebut pada triwulan berjalan menjadi hak sekolah lama. Revisi jumlah siswa pada sekolah yang ditinggalkan/menerima siswa pindahan tersebut baru diberlakukan untuk pencairan triwulan berikutnya;

8.Bunga Bank/Jasa Giro akibat adanya dana di rekening sekolah menjadi milik sekolah untuk digunakan bagi sekolah.

Landasan Hukum


Landasan hukum kebijakan penyaluran dan pengelolaan dana BOS Tahun 2012 antara lain:

1.Peraturan Menteri Keuangan No. 201/PMK.07/2011 tentang Pedoman Umum dan Alokasi BOS Tahun Anggaran 2012
2.Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 51/2011 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS dan Laporan Keuangan BOS Tahun Anggaran 2012
3.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan BOS



SUMBER RUJUKAN




sub informasi DPP M.A.P.J PUSAT MAKASSAR



simpang siur sekitar dana B.O.S

yang namanya program , selalu saja ada celah untuk merusaknya ,
baik itu berupa instansi , maupun dari pribadi per orangan .

dari hasil laporan masyarakat di luar provinsi sulawesi selatan , yang langsung ke DPP M.AP.J PUSAT MAKASSAR , maka di temukan lagi fakta adanya oknum yang mencoba bermain di sekitar  program buat masyarakat kecil ini .

apabila kita melirik di perkotaan , maka ini sudah menjadi rahasia umum , namun di provinsi yang sementara berkembang , yang mana penduduknya sungguh sangat buta akan undang undang , apalagi sekitar DANA BOS,  dengan demikian memungkinkan terjadinya perubahan inti rencana dari program ini.

tak dapat di pungkiri , pemantauan pemerintah secara penuh sangat sulit di terapkan ,
di karnakan adanya oknum tadi yang mencoba bermain api disisi hukum.

menurut laporan yang di terima M.A.P. J  PUSAT MAKASSAR ,  pihak orang tua murid mengadu , bahwa dia di perintah menandatangani sebuah tanda bukti penyerahan [ pengucuran ] dana tersebut , namun faktanya dana belum di terima ,
pertanyaan orang tua murid sekitar dana ini selalu saja di kaburkan , dengan alasan yang sangat klasik.

disini terjadi ke simpang siuran informasi antara pihak sekolah dan pihak instansi  terhadap masyarakat. dikarenakan transparansi mereka akan sekitar program ini tak pernah di sosialisasikan terhadap masyarat . padahal ini sangat penting , agar tak terjadi penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi.

yang jadi masalah , mengapa ada unsur pemaksaan terhadap orang tua murid , hanya untuk merekaya sebuah laporan , yang mana laporan tersebut berupa fiktif dari sisi penerimaan DANA B.OS terhadap murid yang bersangkutan .
ada apa di balik ini, dan mengapa hal ini bisa terjadi .ini yang perlu di garis bawahi .

TIM M.A.P.J PUSAT dan TIM M.AP.J di DAERAH yang terkait , sementara menindak lanjuti  laporan masyarakat ini ,
apabila di temukan fakta , maka hukumlah yang berbicara ,
namun , apabila faktanya disebabkab kucuran yang tersendat , maka ini perlu di telusuri ,
dimana sumber nya sehingga hal tersebut bisa terjadi .


berita  dipublikasikan untuk di ketahui oleh:
- masyarakat
- dan pemerintah sebagai masukan .

<u>diketahui dan di perintah langsung oleh ketua DPP M.A.P.J pusat makassar</u> .

<u>sub informasi</u>

catatan: APABILA TELAH TERJADI PERUBAHAN ATAS TEMUAN , ATAU KASUS TELAH DI LIMPAHKAN , MAKA BERITA INI DENGAN SENDIRINYA GUGUR .




rekayasa di balik perjanjian

LAPORAN:Tim Investigasi M.A.P.J


cara berpikir intelektual terkadang di salah gunakan , apalagi bila bersentuhan dengan hukum , hingga menimbulkan gesekan di tengah masyarakat , terutama masyarakat yang notabene tak mengenal seluk beluk hukum , hingga menjadi korban akan ke intelektualan seseorang di bidang hukum dan rekayasa secara profesional.
inilah yang menimpa terhadap salah seorang warga masyarakat sulawesi selatan - makassar - kabupaten jeneponto.

secara singkat kronologis kejadian adalah sebagai berikut:
terjadi transaksi antara AMIRULLAH dengan ibu YULIANTI terhadap sebidang tanah dengan harga yang telah di sepakati , bahwa awal pembayaran sekian dan sekian , lalu pembayaran berikut akan berlanjut sesuai dengan perjanjian . setelah tiba waktu yang tertera di surat perjanjian , kekurangan pembayaran tanah tersebut tak terlaksana , disebabkan beberapa hal oleh pihak pembeli(ibu YULIANTI).

menurut data data yang di kumpulkan oleh tim intelejen M.A.P.J dan tim investigasi M.A.P.J , serta tim pencari fakta M.A.P.J . menyimpulkan , bahwa:
- telah terjadi unsur penipuan yang bertaraf profesional
- adanya konspirasi di dalam kasus ini .
- terlibatnya pihak ke tiga(3).

sebenarnya kekecawaan dan kerugian masyarakat ini perlu di tindak lanjuti oleh pihak yang berwewenang secara profesional tanpa ada unsur keberpihakan , karna laporan yang di terima cukup mendetail , namun hasil yang di harapkan jauh dari keadilan serta hukum yang di terapkan .

yang perlu di garis bawahi disini adalah :
- kinerja pihak yang berwewenang di dalam mengusut kasus ini sudah sampai berapa persenkah kesimpulannya.
- pengusutan kasus ini apakah sudah memenuhi standar profesionalisme atau justru sebaliknya(keberpihakan).

untuk informasi publik


diketahui dan disetujui oleh:
KETUA DPP M.A.P.J PUSAT makassar.

hasil temuan :
tim intejen M.A.P.J makassar.

tindak lanjut:
tim investigasi M.A.P.J makassar.
tim pencari fakta M.A.P.J makassar.

makasssar,12 maret 2013
bagian informasi publik M.A.P.J makassar.

visi dan misi

     VISI
Lembaga MAPJ adalah wahana penegakan hukum dimasyarakat yang memiliki
     Motto
"Membela Keadilan , Menegakkan Kebenaran"

     MISI
1. Melakukan pendidikan. pelatihan / pemantauan / seminar / Semiloka penegakan hukum bagi masyarkat dan pengurus / anggota MAPJ pada segenap jajaran kerja
2. Melakukan pengawasan publik / kontrol sosial / pembelaan hukum / memediasi terhadap segala kasus ringan dan mengah, dan berat yang terjadi ditengah masyarakat.
3. Melakukan kemitraan yang bersinergis dalam bidang penegakan hukum dengan Departemen / Lembaga / Biro / Dinas dan atau LSM lain kearah yang bermanfaat bagi masyarakat.



     Makassar 28 November 2006

       Ketua Umum DPP M.A.P.J

 

Trending Topic

akan di isi

Gabung Berasama Kami

TABLOID M.A.P.J
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. mapj makassar - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger